RS Dody Sardjoto Diduga Langgar UU Kesehatan, Tolak Pasien Darurat

Kisah ini terjadi pada Senin dini hari, 21 Juli 2025.

JEJAKKRIMINAL.CO.ID, Maros, Sulawesi Selatan — Malam masih gelap saat Andi Akram memacu kendaraan menuju Rumah Sakit Angkatan Udara (RSAU) dr. Dody Sardjoto, Maros. Di kursi belakang, ibunya menggigil kesakitan, mengalami pendarahan hebat. Harapan satu-satunya malam itu adalah satu: pertolongan pertama.

Namun sesampainya di rumah sakit, yang ia terima bukan tandu, bukan oksigen, bukan dokter. Melainkan kalimat singkat dari petugas piket:

“Maaf, dokter tidak ada.”

Kisah ini terjadi pada Senin dini hari, 21 Juli 2025. Bagi sebagian orang, mungkin ini hanya satu kejadian. Tapi bagi Akram, ini bisa jadi perbedaan antara hidup dan mati untuk ibunya.

 “Kami tidak sempat berpikir panjang. Saya langsung bawa ibu ke RS Ibnu Sina Makassar. Jaraknya jauh, tapi itu lebih baik daripada menunggu di tempat yang menolak kami,” ujar Akram kepada wartawan.

Dibaca dari Sudut Hukum dan Nurani

Kasus ini langsung mendapat perhatian dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Suara Panrita Keadilan Kabupaten Maros. Ketua DPC LBH SPK, Herman, menyebut insiden ini sebagai “tamparan bagi etika dan kemanusiaan.”

 “Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, pasal 32 ayat 2 sudah sangat jelas. Dalam keadaan darurat, rumah sakit wajib memberikan pertolongan,” katanya.

Tak hanya itu, menurut Herman, petugas yang menolak dapat dijerat pidana berdasarkan Pasal 190 ayat 1 undang-undang yang sama:

“Tenaga medis yang dengan sengaja tidak memberi pertolongan darurat bisa dipenjara hingga dua tahun, atau didenda maksimal Rp200 juta,” tegasnya.

Diamnya Rumah Sakit, Ramainya Pertanyaan

Tim media mencoba meminta klarifikasi lansung ke pihak RSAU dr. Dody Sardjoto. Lantai dua dalam satu ruangan, Salah satu staf berinisial Ay menyatakan bahwa pihaknya belum bisa memberikan keterangan karena menunggu arahan pimpinan.

“Sudah saya sampaikan ke pimpinan,” tulis Ay singkat melalui pesan WhatsApp.

Namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari manajemen atau humas rumah sakit. Publik masih bertanya-tanya, apakah ini hanya kelalaian semalam, atau pertanda ada yang lebih serius di balik sistem jaga malam rumah sakit ini?

Bukan Soal Dokter, Ini Soal Tanggung Jawab

Kejadian ini menyisakan pertanyaan yang tak kalah penting: jika sebuah rumah sakit tidak siap melayani keadaan darurat pada dini hari, lalu kemana lagi warga harus berharap?

Pelayanan kesehatan seharusnya tidak mengenal waktu, tidak boleh tergantung siapa yang bertugas, dan tidak bisa hanya mengandalkan keberuntungan.

Karena bagi pasien gawat darurat, satu menit bisa berarti satu nyawa.(**) 

Team:ZONA MERAH

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 728x250