Jejakkriminal👣Maros, 20 Juni 2025 – Proses pembentukan Koperasi Merah Putih di Kelurahan Allepolea, Kecamatan Lau, Kabupaten Maros, menuai kritik tajam dari warga dan sejumlah tokoh masyarakat. Musyawarah yang diharapkan menjadi forum demokratis justru diwarnai pengabaian kesepakatan forum, keputusan sepihak, dan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dasar perkoperasian.
Musyawarah yang digelar untuk membentuk struktur pengurus koperasi awalnya menyepakati bahwa dari lima calon ketua yang diajukan, satu akan terpilih sebagai ketua, dan empat lainnya akan diakomodasi dalam susunan pengurus. Namun kenyataannya, setelah ketua terpilih ditentukan, keempat calon lainnya tidak dilibatkan sama sekali.
Kekecewaan semakin dalam ketika diketahui bahwa proses penandatanganan berita acara dilakukan tidak utuh. Amir Kadir selaku sekretaris rapat tidak diperkenankan menandatangani dokumen musyawarah tanpa alasan yang jelas. Ironisnya, dokumen tersebut telah lebih dulu ditandatangani oleh Camat Lau dan Lurah Allepolea, sebelum selesai ditandatangani oleh unsur pimpinan rapat lainnya, menimbulkan dugaan kuat adanya tekanan birokrasi dalam proses ini.
Tokoh masyarakat yang turut hadir dalam musyawarah, seperti H. Halide dan Yusuf Damang—anggota DPRD Maros sekaligus Ketua DPC Partai Gerindra—menyatakan keberatan terhadap proses tersebut. Mereka menilai jalannya musyawarah tidak mencerminkan nilai-nilai transparansi dan partisipasi yang seharusnya menjadi landasan koperasi.
“Koperasi seharusnya dibangun atas dasar kepercayaan dan partisipasi, bukan hasil skenario sepihak. Ini mencederai harapan masyarakat,” ujar Yusuf Damang.
Pelanggaran lainnya juga ditemukan dalam penyusunan struktur pengurus, yang justru melibatkan Ketua RT dan RW, meski sebelumnya Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Koperindag) Kabupaten Maros dalam sambutannya dengan tegas melarang keterlibatan perangkat kelurahan dalam kepengurusan koperasi, demi menjaga netralitas dan menghindari konflik kepentingan.
Iskandar Rasyid yang diketahui menjabat sebagai Ketua RW, justru ditunjuk sebagai sekretaris koperasi. Hal ini dinilai sebagai bentuk pembangkangan terhadap arahan dinas serta melemahkan integritas lembaga koperasi sejak dari awal pendiriannya.
Masyarakat menilai bahwa proses ini berpotensi melanggar beberapa regulasi penting, antara lain:
Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang menekankan pentingnya kebebasan dan keputusan demokratis dalam pembentukan koperasi.
Permenkop UKM No. 9 Tahun 2018, yang mengatur bahwa pengurus koperasi ditentukan dalam rapat anggota secara kolektif dan tidak bisa ditetapkan sepihak.
Asas koperasi, yaitu partisipasi sukarela, pengambilan keputusan secara demokratis, dan pengelolaan yang terbuka.
Etika birokrasi, khususnya netralitas perangkat kelurahan dalam kegiatan ekonomi masyarakat.
Melihat sejumlah pelanggaran ini, warga Kelurahan Allepolea mendesak agar Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Maros segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses pembentukan Koperasi Merah Putih. Mereka berharap agar koperasi dibentuk secara benar dan bersih, demi mewujudkan lembaga ekonomi rakyat yang inklusif, transparan, dan bebas dari kepentingan kelompok tertentu.
“Kami butuh koperasi yang sehat dan terbuka, bukan koperasi yang dimanipulasi oleh segelintir orang,” tegas Arifuddin, salah satu calon ketua yang merasa dikhianati oleh proses.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Dinas Koperindag maupun kelurahan terkait tuntutan evaluasi dari masyarakat.(**)